Desty Ika


Keperawatan sebagai profesi telah diakui sejak tahun 1985 mempunyai ciri utama memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mengedepankan aspek kemanusiaan, kepentingan klien diatas kepentingan pribadi dengan bentuk pelayanannya bersifat humanistik. Pelayanan juga menggunakan pendekatan secara holistik dan dilaksanakan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta menggunakan kode etik sebagai tuntutan utama dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya kerap mengalami berbagai kendala, mulai dari adanya kasus mal praktek, tidak adanya legalitas dalam memberikan asuhan keperawatan hingga ada yang meragukan kompetensi yang dimiliki dan lain-lain. Dari berbagai masalah yang muncul memicu kita sebagai anggota profesi dan juga perawat tentunya untuk berupaya mencari kebijakan yang dapat mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan peran dan fungsinya dimasyarakat.
Sebuah profesi memerlukan payung hukum untuk melindungi segenap organisasi dan perangkatnya agar dapat dipertanggung jawab dan tanggung gugatkan serta merasa nyaman dan aman dalam melaksanakan kegiatan keprofesiannya tersebut.  Profesi Keperawatan, profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut terus untuk mengembangkan dirinya dan berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat.
Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia. Dari beberapa anggota negara ASEAN hanya Laos dan Indonesia yang belum memiliki Undang-Undang Keperawatan. Hal ini patut menjadi perhatian publik bahwa perlunya disahkan Undang-Undang Keperawatan agar perawat-perawat di Indonesia mampu bersaing secara global dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

Rancangan undang-undang keperawatan yang sampai saat ini masih terus dalam pembahasan Komisi IX DPR RI belum menemui titik waktu kapan disahkannya. Ada beberapa hal yang mungkin perlu dipikirkan oleh segenap perawat di Indonesia agar  RUU Keperawatan segera mendapatkan pengesahannya, sebagai berikut:

Pertama: apakah perawat telah melakukan sosialisasi ke masyarakat umum. Fenomena yang terjadi dilapangan menggambarkan bahwa hanya perawat saja yang menuntut untuk disahkannya RUU Keperawatan tersebut (mungkin juga ada sebagian perawat yang juga tidak mengetahui tentang RUU keperawatan), sedangkan sebagian besar masyarakat belum memberikan reaksi aktif untuk mendukung pengesahan RUU keperawatan ini.
Padahal bila menilik substansi  isi RUU keperawatan yang terdiri 12 bab 97 pasal dapat disimpulkan bahwa RUU keperawatan tersebut tidak hanya melindungi perawat sebagai perangkat anggota profesi, namun juga melindungi masyarakat sebagai klien dalam pelayanan keperawatan. Disini perlu adanya support dari dari masyarakat sehingga semua lapisan akan merasa bahwa RUU keperawatan tersebut bukan ditujukan untuk kepentingan perawat semata namun untuk melindungi masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan.
Dari substansi  RUU Keperawatan itu sendiri tidak hanya membahas tentang praktik keperawatan saja yang sempat menjadi kontra pada sebagian petinggi negara. Namun juga mengatur tentang sistem registrasi dan jaminan mutu lulusan perawat yang nantinya akan mengayomi masyarakat.

Kedua: apa urgensinya RUU keperawatan sehingga perlu disahkan. Keperawatan sebagai suatu profesi, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab pengembangannya harus mampu mandiri. Untuk itu memerlukan suatu wadah yang mempunyai fungsi utama untuk menetapkan, mengatur serta mengendalikan berbagai hal yang berkaitan dengan profesi seperti pengaturan hak dan batas kewenangan, standar praktek, standar pendidikan, legislasi dan kode etik profesi.
Serta peraturan lain yang berkaitan dengan profesi keperawatan sehingga perawat yang bekerja dalam lingkup kewenangan profesi seharusnya mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya. Bila kita melihat isi UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, banyak sekali substansi dari peraturan yang ada diperundang-undangan tersebut yang bernuansa medis, padahal pada semua tempat pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia jumlah tenaga keperawatan.
Selain itu, UU Kesehatan tersebut belum spesifik diatur menjadi PP, sementara Kepmenkes kurang mengikat peraturan-peraturan yang ada di daerah karena hingga saat ini di Indonesia, baru Provinsi Lampung saja yang mempunyai Peraturan Daerah  tentang Praktik Keperawatan.

Perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya kerapkali mengalami berbagai kendala, mulai dari adanya kasus mal praktek, tidak adanya legalisasi dalam memberikan pelayanan kesehatan, hingga ada yang meragukan kompetensi yang dimiliki dan sebagainya. Dari berbagai masalah yang muncul memicu kita sebagai anggota profesi dan juga perawat tentunya untuk berusaha mencari sebuah kebijakan yang dapat mengatur profesi keperawatan dalam melaksanakan peran dan fungsinya dimasyarakat.
Dalam upaya pengembangan kebijakan, ada beberapa model pengembangan dalam menentukan kebijakan publik bagi profesi keperawatan. Untuk menghadapi situasi saat ini, salah satu metode yang cocok digunakan adalah model kelompok, dimana diperlukan peran aktif dari berbagai anggota kelompok yang berkepentingan untuk mempengaruhi substansi dan bentuk kebijakan.
Dalam aplikasinya, organisasi profesi (PPNI) perlu melakukan advokasi dan sosialisasi secara menyeluruh kepada segenap lapisan masyarakat  baik kalangan elit maupun masyarakat umum agar memiliki kesadaran akan manfaat bila RUU Keperawatan ini disahkan.

Gambaran fenomena diatas dapat menyimpulkan bahwa RUU Keperawatan yang telah diajukan merupakan bentuk dari pertanggungjawaban dari profesi keperawatan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dan ini juga melindungi masyarakat dari kesalahan dalam menerima pelayanan kesehatan. Oleh karena itu hendaknya dapat menjadi kesepakatan bersama agar RUU Keperawatan ini segera disahkan.

 

Labels: edit post
0 Responses

Post a Comment